Efektivitas PE CPO Diragukan
September 3, 2007 Tinggalkan komentar
HKTI meragukan efektivitas pungutan ekspor (PE) progresif CPO dalam menekan harga minyak goreng. Selama harga di pasar internasional tinggi, pengusaha tetap cenderung mengekspor CPO dan produk turunannya.Sekjen HKTI Rachmat Pambudy mengatakan, selama ini kebijakan apa pun, termasuk kenaikan PE CPO, terbukti tidak mampu mencegah kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri. ”Saya tidak yakin formula tarif baru PE akan mampu menekan harga minyak goreng dalam negeri. Ini terjadi karena di industri CPO terjadi kartel dan semuanya eksportir,” ujarnya saat dihubungi SINDO di Jakarta,kemarin. Dia menuturkan, daripada mengubah kebijakan PE, pemerintah lebih baik menerapkan sistem kuota ekspor CPO. Langkah ini akan menjamin ketersediaan pasokan CPO di dalam negeri.”Kalau kuota,saya rasa lebih efektif karena jelas batasannya,” kata dia.
Rachmat menambahkan, penerapan PE justru merugikan petani sawit. Selama ini posisi tawar petani lemah karena tidak mampu mengolah sendiri tandan buah segar (TBS) sawit. Petani selalu menyerahkannya kepada pengusaha yang memiliki pabrik pengolah CPO.”Jadi, setiap pemerintah menaikkan PE,yang sering terbebani justru petani. Bagaimanapun, pengusaha pasti mengurangi harga pembelian TBS. Pengusaha, kan nggak mau rugi,”terangnya Pemerintah mulai hari ini memberlakukan kebijakan baru terkait PE minyak sawit dan produk turunannya. Minyak sawit dan produk turunannya dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok I, II, dan III.
Kelompok I terdiri atas tandan buah segar (TBS) dan palm kernel (PK),kelompok II terdiri atas minyak sawit mentah (CPO), refined bleach/RBD olein (minyak goreng), crude olein, crude stearin, crude palm kernel oil (PKO), crude kernel stearin, dan crude kernel olein. Kelompok III terdiri atas RBD PKO, RBD stearin, dan RBD palm oil. Sementara dari sisi harga dibagi menjadi lima tingkat, yaitu kurang dari USD550 per ton, USD550–649 per ton, USD750– 849 per ton, dan lebih dari USD850 per ton. Untuk kelompok I,berapa pun tingkatan harga yang terjadi,besaran tarif PEnya tetap yaitu sebesar 40%. Sementara untuk kelompok II, jika harganya kurang dari USD550 per ton, PE-nya 0%.
Jika harganya USD550–649 per ton sebesar 2,5%, USD650–749 per ton PE-nya 5%. Kemudian jika USD750–849 per ton PEnya 7,5%, dan jika di atas USD850 per ton,PE-nya 10%. Sementara untuk kelompok III, jika harganya kurang dari USD550 per ton PE-nya 0%, USD550–649 per ton sebesar 1,5%, dan USD650–749 per ton PE-nya 4%. Kemudian jika harganya USD750–849 per ton, PE-nya 6,5%, dan jika lebih dari USD850 per ton maka PEnya sebesar 9%. Di tempat terpisah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Derom Bangun mengatakan, pengenaan PE terhadap CPO dan produk turunannya akan menyebabkan sedikit kerugian pada pengusaha dan petani sawit. Kendati demikian, aturan itu akan mendorong adanya kepastian bagi dunia usaha. Dia menuturkan,formula baru tarif PE akan memicu pemerataan sebaran minyak goreng.